AAUPL SEBAGAI ALAT UJI SENGKETA TATA USAHA NEGARA
Perkembangan praktik peradilan mengenai Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sebagai objek gugatan di Pengadilan TUN yang dalam beberapa tahun terakhir ini marak digugat, yaitu berupa produk-produk hukum berupa Surat Keputusan, dimana Pejabat yang menerbitkannya secara formal berada di luar lingkup Tata Usaha Negara, tetapi substansinya merupakan urusan pemerintahan, misalnya : Surat-surat Keputusan Ketua DPRD mengenai penentuan bakal calon Bupati, Walikota, dan sebagainya, ataupun juga Surat-surat, Keputusan Ketua Partai Politik, dan sebagainya. Demikian juga, ada gugatan-gugatan yang objek gugatannya berupa surat-surat Keputusan Pejabat TUN yang diterbitkan atas dasar kewenangannya yang berada di luar urusan pemerintahan (eksekutif), misalnya: dibidang ketatanegaraan, atau berkaitan dengan bidang politik. Selain itu ada keputusan-keputusan TUN yang menimbulkan titik singgung dengan aspek hukum perdata dalam tugas dan fungsi pemerintahan.
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang untuk melakukan perbuatan Tata Usaha Negara yang dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) macam perbuatan :
a) Mengeluarkan Keputusan (beschikking);
b) Mengeluarkan Peraturan (regeling);
c) Melakukan perbuatan materiil (Materiele daad).
Karena perbuatan-perbuatan Administrasi Negara/Tata Usaha Negara tersebut lalu lahirlah hubungan hukum antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN yang bersangkutan dengan warga masyarakat atau badan hukum perdata yang terkena oleh suatu KTUN. Dari ke-3 (tiga) macam perbuatan tersebut, yang menjadi wewenang Peradilan Tata Usaha Negara adalah terbatas pada perbuatan mengeluarkan Keputusan tersebut dalam butir a, artinya keputusan yang dikeluarkan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dapat dinilai oleh Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan mengenai perbuatan-perbuatan Administrasi Negara pada butir b dan c tidak termasuk kompetensi Peradilan TUN tetapi menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi maupun Peradilan Umum.
Arti penting dan fungsi asas-asas umum pemerintahan yang layak bagi administrasi negara adalah sebagai pedoman dalam penafsirkan dan penerapan terhadap ketentuan perundang-undangan yang sumir, samar atau tidak jelas, juga untuk membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara mempergunakan freies ermessen yang jauh menyimpang dari ketentuan Undang-Undang. Bagi masyarakat, sebagai pencari keadilan, asas-asas umum pemerintahan yang layak dapat digunakan sebagai dasar gugatan. Bagi hakim Tata Usaha Negara, dapat digunakan segabai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan pejabat Tata Usaha Negara dan asas-asas umum pemerintahan yang layak juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang Undang-Undang.
Pengujian tersebut tidak saja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga dengan memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang layak (AAUPL), yaitu :
1. Asas yang berkaitan dengan proses persiapan dan proses pembentukan keputusan;
a. Persiapan yang cermat;
b. Asas fair play;
c. Larangan detournement de procedure (menyalahi prosedur).
2. Asas yang berkaitan dengan pertimbangan serta susunan keputusan :
a. Keharusan memberikan pertimbangan terhadap semua kepentingan pada suatu keputusan;
b. Pertimbangan tersebut harus memadai.
3. Asas yang berkaitan dengan isi keputusan :
a. Asas kepastian hukum dan asas kepercayaan;
b. Asas persamaan perlakuan;
c. Larangan detournement de pouvoir.
d. Asas kecermatan materiil;
e. Asas keseimbangan;
f. Larangan willekeur (sewenang-wenang).
PUTUSAN
A. Pengertian Putusan
Pada dasarnya penggugat mengajukan suatu gugatan ke pengadilan adalah bertujuan agar pengadilan melalui hakim dapat menyelesaikan perkaranya dengan mengambil suatu putusan. Putusan yang di ucapkan di persidangan (uitspraak) tidak boleh berbeda dengan yang tertulis (vonnis). Dalam literature Belanda dikenal vonnis dan gewijsde. Vonnis adalah putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang yang pasti, sehingga masih tersedia upaya hukum biasa. Gewijsde adalah putusan yang asudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti sehingga hanya tersedia upaya hukum Khusus.
Dalam kaitannya hukum acara PTUN, putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah:
1. Putusan pengadilan tingkat pertama (PTUN) yang sudah tidak dapat dimintakan upaya banding
2. Putusan pengadilan Tinggi (PTUN) yang tidak dimintakan kasasi.
3. Putusan mahkamah agung dalam tingkat kasasi.
B. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Putusan Pengadilan diatur dalam pasal 97 UU PTUN. Ketentuan pasal tersebut memuat prosedur pengambilan putusan yang harus diambil dengan musyawarah di antara majelis hakim, putusan yang diambil dengan suara terbanyak baru dapat dikatakan apabila musyawarah untuk mencap[ai kesepakatan bulat mengalami jalan buntu, apabila keputusan suara terbanyak itu juga mengalami kemacetan, maka barulah putusan dapat diambil oleh ketua majelis.
C. Isi Putusan
Isi putusan dari pasal 97 ayat 7 maka dapat diketahui bahwa isi putusan pengadilan tata usaha negara dapat berupa:
1. Gugatan Ditolak
Apabila isi putusan pengadilan tata usaha negra adalah berupa penolakan terhadap gugatan penggugat berarti memperkuat KTUN yang akan dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negra yang bersangkutan. Pada umumnya suatu gugatan ditolak oleh majelis hakim, karena alat bukti yang diajukan penggugat tidak dapat mendukung gugatannya, atau alat-alat bukti yang diajukan pihak tergugat lebih kuat.
2. Gugatan Dikabulkan
Gugatan dikabulkan adakalanya pengabulan seluruhnya atau menolak sebagian lainnya. Isi pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak penggugat itu, berarti tidak membenarkan KTUN yang dikeluarkan oleh pihak tergugat atau tidak membenarkan sikap tidak berbuat apa-apa yang dilakukan oleh tergugat, padahal itu sudah merupakan kewajibannya.
Dalam hal gugatan dikabulkan maka dalam putusan tersebut ditetapkan kewajibyang harus dilakukan oleh tergugat yang dapat berupa:
a. Pencabutan KTUN yang bersangkutan
b. Pencaburtan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KTUN ynag baru
c. Penerbitan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3 dan pengadilan dapat menetapkan kewajiban piahk tergugat untuk membayar ganti rugi, kompensasi dan rehabilitasi untuk sengketa kepegawaian.
1. Gugatan Tidak Diterima
Putusan pengadilan yang berisi tidak menerima gugatan pihak penggugat, berarti gugatan itu tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam prosedur dismissal dan atau pemeriksaan persiapan.
2. Gugatan Gugur
Putusan pengadilan yang menytakan gugatan gugur dalam hal para piatau kuasanya tidak hadir dalam persidangan yang telah ditentukan dan mereka telah dipanggil secara patut atau perbaikan gugatan yang diajukan oleh pihak pengguagat telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan.
D. Susunan Isi Putusan
Dalam pasal 109 UU PTUN disebutkan Susunan isi putusan yaitu:
1. Kepala Putusan
Setiap putusan pengadialan haruslah mempunyai kepala putusan bagian atas putusan yang berbunyi “ demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Apabila tidak ada kalimat itu maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut.
2. Identitas para pihak
Suatu perkara atau gugatan harus ada suekurang-kurangnya dua pihak yaitu penggugat dan tergugat, lalu dimuat dimuat identitas diri.
3. Pertimbangan
Dalam hukum perdata suatau putusan pengadilan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang lazim, karena sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat mengapa ia mengambil putusan yang demikian itu sehingga dapat bernilai obyektif.
4. Amar
Merupakan jawaban atas petitum dari gugatan sehinngga amar juga merupakan tanggapan atas petitum itu sendiri. Hakim wajib mengadili semua bagian dari tuntutan yang diajukan pihak pengguagat dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut.
HUKUM ACARA
Hukum acara peradilan tata usaha negara adalah rangkaian perturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan Tata Usaha Negara. Pengaturan terhadap hukum formal dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Ketentuan prosedur berperkara diatur bersama-sama dengan hukum materiilnya peradilan dalam bentuk UU atau perturan lainnya.
2. Ketentuan prosedur berperkara diaturtersendiri masing-masing dalam bentuk UU atau bentuk peraturan lainnya.
Hukum acara peradilan tata usaha negara dalam UU PTUN dimuat dalam Pasal 53 sampai dengan pasal 141. UU PTUN terdiri atas 145 pasal. Dengan demikian komposisi hukum materiil dan hukum formilnya adalah hukum materiil sebanyak 56 pasal, sedangkan hukum materiil sebanyak 89 pasal.
A. Hukum acara materiil meliputi;
a. Kompetensi absolut dan relatif
Kompetensi dari suatu pengadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara berkaitan dengan jenis dan tingkatan pengadilan yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Hak gugat
Hak Gugat PTUN yaitu ada hubungan kausal antara penggugat dengan akibat hukum (keinginan). Hak gugat diberikan kepada orang yang secara langsung menderita kerugian. Namun menurut Prinsip Actio Popularis yaitu gugatan yang bersifat perwakilan sehingga dimungkinkan bagi pihak ke tiga yang tidak menderita kerugian secara langsung untuk dapat mengajukan gugatan.
c. Tenggang waktu menggugat
Tenggang waktu mengajukan gugatan diatur dalam pasal 55 UU PTUN. Tengang waktu untuk mengajukan gugatan Sembilan puluh hari tersebut dihitung secara bervariasi:
1. Sejak hari diterimanya KTUN yang digugat itu memuat nama penggugat.
2. Setelah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam aturan perundang-undangan yang memberikan kesempatan kepada administrasi negara untuk memberikan keputusan namun ia tidak berbuat apa-apa.
3. Setelah 4 bulan apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan kesempatan kepada administrasi negara untuk memberikan keputusan dan ternyata ia tidak berbuat apa-apa.
4. Sejak hari pengumuman apabila KTUN itu harus di umumkan.
d. Alasan menggugat
Alasan mengajukan gugatan diatur dalam Pasal 53 ayat 2 UU PTUN. Dalam mengajukan gugatan ada beberapa asas :
1. Asas kepastian hukum
2. Asas tertib penyelenggaraan Negara
3. Asas kepentingan umum
4. Asas keterbukaan
5. Asas proposionalitas
6. Asas profesionalitas
7. Asas Akuntabilitas
e. Alat bukti
Dalam pasal 100 sampai dengan 106 UU PTUN alat-alat bukti yang yang dapat diajukan dalam acara hukum PTUN adalah:
1. Surat atau tulisan
Surat sebagai alat bukti ada 3 yakni:
a. Akta aotentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang menurut perturan perundang-undangan yang berwenang membuat surat ini dengan maksud untuk dipergunakan alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum didalamnya.
b. Akta dibawah tangan yaitu surat yang di buat dan di tandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk digunakan sebagi alat bukti.
c. Surat-surat lain yang bukan ahli.
2. Keterangan ahli
Pendapat orang yang diberikan sumpah dalam persidangan dalam tentang hal yang ia ketahui menurut pengetahuan dan pengalamnanya. Pasal 88 UU PTUN menjelaskan tidsak boleh mendengarkan keterangan ahli. Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya hakim ketua sidang dapat menunjuk seorang atau beberapa ahli.
3. Keterangan saksi
Dalam pasal 88 UU PTUN disebutkan yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah:
a. Keluarga sedarah
b. Istri atau suami salah seorang pihak meski sudah bercerai
c. Anak yang belum berusia tujuh belas tahun
d. Orang sakit ingatan
4. Pengakuan para pihak
Pengakuan dari para pihak tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh hakim. Pengakuan adalah merupakan pernyataan sepihak sehingga tidak memerlukan persetujuan dari para pihak lain terutama dari pihak lawannya. Pengakuan secara lisan harus dilakukan dalam persidangan dan tidak boleh diluar persidangan. Pengakuan secara tertulis boleh dilakukan diluar persidangan dan dihadapan hakim.
5. Pengetahuan hakim
Pengetahuan hakim adalah hal yang dialami oleh hakim sendiri selama pemeriksaan perkara dalam sidang. Misal kalau salah satu pihak memajukan sebagai bukti suatu gambar atau suatu tongkat, atau hakim melihat keadaan suatu rumah yang menjadi soal perselisihan di tempat.
B. Hukum acara formal meliputi
a. Acara cepat
Pemeriksaan dengan acara cepat diatur pasal 98 dan 99 UU PTUN. Dalam hukum acara PTUN terdapat pada pasal 98 dan 99 UU PTUN, pemeriksaan ini tidak dikenal pada hukum acara perdata. Pemerikasaan cepat dilakukan karena kepentingan penggugat sangat mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut KTUN yang berisikan misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati penggugat.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan hakim tunggal. Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak masing-masing tidak melebihi empat belas hari.
b. Acara biasa
Pemeriksaan dengan acara biasa diatur dalam pasal 97 UU PTUN. Dari pasal itu dikemukakan Pemeriksaan dengan Acara Biasa adalah bahwa dengan Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan dengan majelis hakim ( 3 hakim). Hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dinyatakan dengan tertutup untuk umum.
c. Acara singkat
Pemeriksaan dengan acara singkat di PTUN dapat dilakukan apabila terjadi perlawanan atas penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat permusyawaratan (pasal 62 UU PTUN). Pemeriksaan dengan Acara Singkat mempunyai kelebihan dan kelemahan juga yaitu Kelebihannya adalah
1. Dapat mengatasi berbagai rintangan yang mungkin akan terjadi penghalang dalam penyelesaian secara cepat sengketa-sengketa TUN,
2. Dapat mengatasi harus masuknya perkara-perkara sebenarnya tidak memenuhi syarat, dan
3. dapat dihindarkan pemeriksaan perkara-perkara menurut acara biasa yang tidak perlu memakan banyak waktu dan biaya.
Kelemahannya adalah jangka waktu empat belas hari dalam melakukan perlawanan terhitung sejak penetapan dismissal itu di ucapkan dapat menjadi tidak realistis, karena dapat saja pada waktu itu diucapkan berhalangan hadir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar